Cari

thesains

sekelumit tentang ilmu dan pengetahuan

Purwaceng, Tanaman Endemik di Dieng yang Dijuluki ‘Viagra of Java’


Penulis: Aretha Luvi, Editor: Reza P

https://hortikultura.sariagri.id/63838/purwaceng-tanaman-endemik-di-dieng-yang-dijuluki-viagra-of-java

Purwaceng (Pimpinella pruatjan) merupakan tanaman endemik di Dieng, Wonosobo Jawa Tengah. Sebagian orang menyebutnya sebagai “Viagra of Java” karena khasiatnya yang diyakini mampu mendongkrak gairah seksual.

Purwaceng merupakan tumbuhan berbentuk terna (tidak berkayu) yang tumbuh mendatar di permukaan tanah. Sekilas tumbuhan ini mirip semanggi dengan daun berwarna hijau kemerahan berdiameter 1 sampai 3 cm. Untuk tumbuh secara optimal purwaceng baik jika ditanam pada ketinggian 2.000-3.000 mdpl dengan suhu di kisaran 15-20 derajat celcius dan kelembaban 60-70 persen.

Purwaceng juga ditemukan di beberapa daerah pegunungan lain seperti Gunung Lawu, Gunung Galunggung dan Gunung Putri Bogor. Tapi purwaceng berkualitas baik adalah yang ditanam di dataran tinggi Dieng.

Khasiat purwaceng sebagai tanaman afrodisiak telah lama digunakan kalangan istana di Jawa. Namun penelitian lebih lanjut khasiat purwaceng terhadap vitalitas pria belum banyak dilakukan. Saat ini Purwaceng banyak dijual dalam bentuk ekstrak baik ekstrak murni yang dimasukan dalam kapsul maupun sebagai campuran kopi atau susu.

Seluruh bagian tumbuhan purwaceng dapat digunakan, mulai dari daun batang hingga akar. Namun bagian paling berkhasiat dari tanaman ini adalah akarnya yang berwarna putih dan menyerupai wortel dengan panjang sekitar 10 cm.

Akar Purwaceng mengandung senyawa kumarin yang sering digunakan dalam industri obat modern sebagai antibakteri, antifungi dan antikanker. Selain itu bagian akarnya juga mengandung senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin dan senyawa lainnya yang berkhasiat melancarkan peredaran darah.

Untuk memperoleh khasiat purwaceng secara optimal harus diminum teratur selama 1-2 minggu. bukan hanya meningkatkan vitalitas tubuh, tanaman ini juga memiliki segudang khasiat lainnya seperti dapat menghangatkan tubuh, meredakan pegal linu dan meredakan rasa sakit (analgesik).

Akar purwaceng yang memiliki rasa khas pedas ini juga dapat melancarkan buang air kecil, mengobati cacingan, dan menurunkan panas.

Kini Purwaceng juga semakin banyak dicari turis mancanegara yang berkunjung ke Dieng. Namun budidaya tanaman masih belum maksimal, selain hanya bisa dipanen satu tahun sekali adanya kendala seperti munculnya embun upas di Dieng mengakibatkan tanaman ini cepat mati.

Okra, Si Hijau Sehat dengan Kadar Antioksidan Tinggi


Penulis: Aretha Luvi, Editor: Dera

https://hortikultura.sariagri.id/67026/okra-si-hijau-sehat-dengan-kadar-antioksidan-tinggi

Okra merupakan tumbuhan yang memiliki banyak manfaat, baik untuk kesehatan maupun untuk kecantikan. Tumbuhan perdu ini biasanya dikonsumsi sebagai sayuran yang diolah menjadi berbagai macam masakan, seperti ditumis, direbus maupun dibuat semur.

Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench.) yang masuk dalam keluarga kapas–kapasan (Malvaceae), yaitu pohon perdu berbunga besar dan bersatu. Okra merupakan tumbuhan khas Afrika terutama Ethiopia yang juga dikenal dengan sebutan Benji atau Lady’s Finger.

Tumbuhan yang sepintas mirip cabai hijau besar atau oyong ini dapat tumbuh mencapai tinggi maksimal 2 meter. Batangnya lunak, daunnya menjari dan bunganya berwarna merah atau hijau berbentuk terompet.

Buah okra juga sangat khas yaitu kulit buahnya dipenuhi bulu dan bagian dalamnya berlendir. Meski mirip dengan buah sayuran, ternyata okra lebih berkerabat dekat dengan kapuk randu, pohon cokelat, tembakau dan bunga sepatu.

Saat ini ada dua jenis tumbuhan okra yaitu okra hijau dan okra merah, namun okra yang berwarna hijau yang paling banyak dibudidayakan.

Okra dapat tumbuh baik pada ketinggian 500-750 mdpl dengan kisaran suhu 23 – 28 derajat celcius. Di Indonesia, okra sudah banyak dibudidayakan karena kandungan nutrisinya sangat tinggi. Menurut National Nutrient Database Kementerian Pertanian Amerika Serikat (USDA), dalam 100 gram okra terdapat 33 kalori, 8 gram karbohidrat, 2 gram protein dan 3,2 gram serat.

Okra juga mengandung sejumlah mikronutrien penting seperti air, protein, lemak/lipid, karbohidrat, serat dan gula. Ditambah mineral lainnya seperti kalsium, zat besi, magnesium, kalium, natrium dan zink. Vitamin yang terdapat di buah Okra terdiri dari Vit C, Riboflavin, Niacin, ADEK dan asam folat.

Menariknya, Okra adalah tumbuhan dengan kadar antioksidan tertinggi di antara sayuran lainnya. Termasuk di dalamnya mengandung katekin, oligomer, flavonoid dan fenolik yang bersifat antimikroba dan antiradang.

Ketahanan Air Di Masa Pandemi Covid-19 di Sentul City


This research was conducted to determine the state of the water in Sentul City. The method used in this research is observation, interview and water measurement. The results showed that Sentul area has five soil classifications, namely typic hapludult, typic dystropept, oxic dystropept, typic hemipropept and aquic dystropept. The Sentul area has a undulating, hilly and mountainous topography with an altitude between 200 m-750 m above sea level. The Sentul area has 2 rivers, namely the Cikeas River and the Citeureup River. It was found that the chemical parameters for BOD5 and COD exceeded the established thresholds. The physical and microbiological parameters are still below the established threshold. Sentul City’s water needs are currently at 5,162,500 liters / day. The water requirement is supplied by PDAM Tirta Kahuripan of 17,280 m3 / day. This situation makes Sentul City a surplus of water. The water surplus made Sentul City have water resistance during the Covid-19 pandemic.
JAP UNIDRA-Ketahanan Air Di Masa Pandemi Covid-19 di Sentul City
Telah dipresentasikan di Diskusi Panel Pusat Kajian Pertanian Universitas Indraprasta
30 Oktober 2020

Religiositas dan Sekuleritas Sains: Penutup


Edward Alfin

 

Di sisi ini, kita sampai pada suatu kesimpulan penting: manusia memiliki dua sisi.  Yang pertama adalah sisi material yang terjelma dalam komposisi organiknya.  Yang kedua adalah sisi spiritual atau nonmaterial yang merupakan pentas aktifitas pemikiran dan mental.  Jadi, manusia bukan semata-mata suatu materi yang komplek, tetapi personalitasnya adalah dualitas elemen material dan nonmaterial.

Dualisme tersebut membuat kita sulit mengetahui hubungan antara dua sisi material dan spiritual manusia.  Pertama-tama kita tahu bahwa hubungan antara kedua sisi itu erat, sampai-sampai yang satu mempengaruhi yang lain secara terus menerus.  Jadi, apabila seseorang membayangkan bahwa ia melihat hantu dalam kegelapan, maka gemetarlah ia; dan apabila ia diharuskan berpidato dalam pertemuan umum, keluarlah keringatnya; dan apabila salah seorang dari kita berfikir, terjadilah aktifitas tertentu dalam sistem sarafnya.  Ini adalah pengaruh jiwa dalam tubuh, sebagaimana tubuh juga mempengaruhi jiwa.  Apabila ketuaan telah merayapi tubuh, maka lemahlah aktifitas mental dan jika seseorang pemabuk sedang tenggelam dalam minum-minum, ia akan melihat satu benda sebagai dua benda.  Nah, bagaimana tubuh dan jiwa itu dapat saling mempengaruhi satu sama lain, jika keduanya itu berbeda, tidak memiliki satu kualitas bersama? Jadi, tubuh adalah sepotong materi yang memiliki kualitas-kualitas seperti berat, massa, bentuk dan volume.  Ia tunduk kepada hukum fisika, sedangkan jiwa atau ruh, sebaliknya, adalah maujud nonmaterial yang bertalian dengan alam di balik alam materi.

Akhirnya, penjelasan tentang manusia berdasarkan dua unsur, sipiritual dan material mendapat formulasinya yang sangat baik di tangan filosof Islam, Shadr Al-Muta’allihin Asy-Syirazi.  Ia menemukan gerak substansial dalam jantung alam.  Gerak ini adalah sumber paling primer dari setiap gerak yang kasat inderawi yang terjadi di alam.  Adalah jembatan yang ditemukan Asy-Syirazi di antara materi dan ruh.  Materi dalam gerak subtansialnya itu menyempurnakan perwujudan dan terus menyempurnakannya sampai ia terlepas dari materialitasnya di bawah syarat syarat tertentu dan menjadi maujud yang bukan material, yakni maujud spiritual.  Jadi, antara yang material dan spiritual tidak ada garis pemisah.  Tetapi, keduanya adalah dua tingkat keberadaan.  Meskipun ia nonmaterial, ia memiliki hubungan material, karena ia adalah tahapan tertinggi menyempurnakan materi dalam gerak subtansialnya.

Seorang Buya Hamka pernah mengatakan “Jika hidup hanya sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Jika bekerja hanya sekedar bekerja, kera juga bekerja”.  Jika kita hidup, hiduplah dengan maksimal dan bermanfaat, tidak hanya cukup puas dengan apa yang telah kita raih saat ini. Karena sesungguhnya “nasib manusia tidak akan pernah berubah jika manusia tersebut tidak mau mengubahnya”.  Kemudian Jika kita seorang pekerja, bekerjalah menggunakan otak dan hati serta seluruh tenaga, gunakanlah karunia Allah SWT tersebut untuk memaksimalkan pencapaian hasil pekerjaan.  Selalu mengevaluasi proses serta hasil yang diperoleh agar kedepannya bisa lebih baik lagi.

Manusia yang hanya bekerja saja tanpa memikirkan dan menggunakan hatinya dalam melaksanakan sebuah pekerjaan sama dengan seekor kera yang bekerja.  Pastinya manusia yang bekerja seperti kera tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal.  Manusia perlu memaksimalkan penggunaan otaknya untuk bisa mencapai keberhasilan yang optimal. Tidak ada istilahnya otak terlalu lelah diajak berpikir, otak kita tak mengenal lelah, namun otak kita secara otomatis akan memberikan signal kepada tubuh untuk beristirahat saat tubuh memerlukan istirahat, bahkan dalam tidurpun otak kita bekerja. Manusia sukses adalah manusia yang mampu memaksimalkan fungsi otaknya.

Manusia juga harus menggunakan hati dalam melakukan pekerjaan, hati manusia berfungsi untuk bisa menjadi penyeimbang atas kinerja otak. Manusia yang menggunakan hatinya saat melakukan proses pekerjaan dapat merasakan proses demi proses pekerjaan yang dilakukan. Keresahan, keingintahuan, kekhawatiran, menjadi bagian dinamika proses dalam manusia menyelesaikan sebuah pekerjaan.

Mengapa Tidak Semua Orang Beragama Tidak Menjadi Seorang Penemu? Atau Tidak Semua Penemu Adalah Seorang Yang Religius? (2)


Edward Alfin

 

Demikian pula kemampuan intuitif dan mistis. Kemampuan inipun sulit digunakan bila tidak pernah melatihnya. Kemampuan intuitif merupakan tingkat kesadaran yang juga sering hanya disimpan di alam bawah sadar seseorang. Kesadaran mistis juga begitu. Dua macam kesadaran ini memerlukan cara pandang yang berbeda dari kesadaran empiris dan logis.  Karena kesadaran intuituf dan mistis membutuhkan asumsi yang berbeda tentang kebenaran dari kesadaran indrawi maupun kesadaran logis.

Namun sekali lagi bukan berarti kesemuanya tidak saling berkaitan atau bahkan saling menafikkan. Kesadaran-kesadaran tersebut memiliki peran yang berbeda sebagai alat manusia dalam mengarungi kehidupannya. Bila peran-peran tersebut saling mengambil wilayah peran kesadaran lainnya, maka kesesatan berfikir akan terjadi yang kemudian dikenal dengan salah faham.  Sebuah diskusi antara dua orang yang berbeda dalam menggunakan macam kesadaran akan mengalami ketersesatan atau tidak nyambung.  Sebuah fenomena bisa dianalisis dengan berbagai macam kesadaran. Namun kesemuanya harus memiliki pijakan yang jelas.

Dengan adanya kesadaran, seorang manusia akan mendapati dirinya utuh.  Mungkin petualangan seorang manusia mencapai untuk menggapai puncak kesadaran.  Puncak kesadaran itulah yang akan menjadikan manusia mengenal dirinya seperti petualangan yang tidak mudah.

Bisa jadi ini mirip dengan konsep cermin dari para sufi yang menganggap bahwa kesadaran seperti layaknya sebuah cermin yang melekat pada diri seorang manusia. Semakin dia mengenal dirinya, semakin bening cermin itu dan tidak banyak noda. Sampai pada ketika dia mencapai puncak kesadaran maka dia bisa melihat gambaran utuh dirinya. Metode pengenalan itulah yang kemudian oleh para sufi disebut sebagai Ma’rifat.  Dimana ketika seorang hamba mampu mengenal Allah, maka dia akan mengenal dirinya.

Namun, lantas apa yang harus dilakukan seorang manusia ketika dia berada dalam puncak kesadarannya ? Inilah yang kemudian dalam sejarah missi kenabian ditekankan. Ketika seseorang bisa mengenal dirinya sampai tahap paripurna, maka tugas selanjutnya adalah melakukan revolusi total terhadap tatanan ketidakadilan yang dia temui.

Ketika seseorang berada dalam puncak keasadaran, bukan berarti dia lantas berhenti hidup dan kemudian merasa sebagai Tuhan. Kalaupun cermin Tuhan itu sudah dia dapatkan, tentu saja bagaimanapun dia tetap cermin yang ‘hanya’ memantulkan bayangan Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri. Bahkan seorang nabipun yang menerima wahyu dan berarti telah mencapai tingkat tertinggi akan kesadaran harus menjalankan risalah kenabiannya (prophetic mission) sampai terjadinya sebuah revolusi total.

Tinggi tingkat kesadaran seseorang akan tercermin dari tingkat kearifan seseorang. Tinggi tingkat kearifan seseorang adalah seberapa besar manfaat yang dia bisa lakukan pada orang lain. Besar manfaat yang ditimbulkan kepada orang lain adalah ketika dia bisa membawa ummatnya kepada sebuah visi perubahan yang menolak segala hagemoni manusia atas manusia, penindasan dan ketidakadilan.

Petualangan ilmiah tentu saja adalah bagian dari petualangan religius yang bagaimanapun akan banyak termotivasi dan juga bervisi religius yang menjadi ideologi seseorang. Kesadaran indrawi, kesadaran logis, kesadaran intuitif bukanlah kesadaran-kesadaran yang saling menafikkan. Bisa jadi sekilas akan menjadi sebuah relasi-relasi dikotomis, tapi sejujurnya bahwa dalam sebuah penemuan ilmiahpun secara fundamental tetap termotivasi oleh keyakinan seseorang tentang sesuatu dan hal itu tidak terlepas dari keyakinan-keyakinan religius.

Jadi walaupun menuntut argumentasi logis, membutuhkan bukti kongkrit, namun juga butuh sebuah konsep pembenaran tentang keberadaannya sebagai obyek ilmiah dan bahkan tujuan keberadaannya di dunia ini yang tetap tidak bisa diajawab hanya dengan sebuah asumsi sebagai sebuah fenomena kebetulan saja.

Mengapa tidak semua orang beragama tidak menjadi seorang penemu? Atau tidak semua penemu adalah seorang yang religius? (1)


Edward Alfin

 

Disinilah yang kemudian harus kita jawab. Kadang seseorang yang “religius” mengalami kesalahan konsepsi tentang dunia ilmiah dan dunia mistis. Dalam wilayah ilmiah yang utama adalah fakta dan logika. Sedang dalam wilayah mistis yang digunakan adalah rasa. Disinilah mengapa kita kemudian mengenal tingkat-tingkat kesadaran. Kesadaran yang diasumsikan oleh kalangan Psiko Analisis sebagai ‘sesuatu’ yang bisa menggerakkan jasad diasumsikan memiliki tingkat-tingkat kesadaran.

Dalam sebuah tingkat kesadaran indrawi, seseorang hanya akan percaya pada hal-hal yang dapat diindra oleh panca indra. Pada kondisi itu hal-hal lain masih menjadi baigian dari alam bawah sadarnya. Ketika seseorang mampu mengolah kesadaran logikanya, dia akan bisa menyadari adanya fenomena-fenomena logis yang kadang tidak perlu empiris. Namun tetap saja masih banyak kesadaran-kesqadaran diri yang masih menjadi bagian dari alam bawah sadarnya.

Kesadaran indrawi dan kesadaran logika inilah yang sering dilatihkan dalam pendidikan formal selama ini. Keduanya yang menjadi pijakan metode ilmiah selama ini. Sesuatu yang ilmiah adalah yang logis sekaligus terbukti. Biasanya dalam fisika ada yang dinamakan Postulat, Teorema, Hipotesa, Teori dan Fakta. Tingkatan-tingkatan preposisi tersebut yang membedakan tingkat empirisitas sebuah preposisi ilmiah.

Biasanya seseorang yang kuat dalam tingkat kesadaran empirisnya, dia akan menjadi seorang yang ahli dalam detail. Dia akan bisa bekerja dalam hal-hal yang detail dan kadang seakan sepele. Namun skeptis bila kemudian terus menjalani pola pikir seperti itu, dia bisa jadi akan terjebak dalam sebuah keyakinan materialis yang menganggap bahwa tingkat kesadaran yang lain hanyalah racun dan tidak ilmiah.

Kesadaran indrawi yang berlebihan sering akan membuat seseorang berpeluang mengalami kegoncangan-kegoncangan ketika melihat berbagai fakta-fakta yang sulit dijelaskan penyebabnya. Memang, segala keajaiban dalam dunia ilmiah dianggap sebagai sesuatu yang belum sempat dicari  penjelasannya.  Namun tetap saja matanya harus mengakui adanya keajaiban itu. Atau paling tidak kebetulan-kebetulan yang dialami seseorang. Walaupun penjelasan logis atau empirisnya belum bisa dia temukan.

Dari pola fikir inilah kemudian seseorang akan menyusun preposisi-preposisi yang memungkinkan seorang ilmuan menyusun berbagai probabilitas. Preposisi-preposisi logis yang disusun inilah wujud kesadaran logis. Kesadaran logis inipun butuh latihan untuk menggunakannya.  Seseorang yang tidak terbiasa mengamati batu misalnya, akan sulit menarik berbagai deskripsi tentang asal-usul batu serta komponen-komponen penyusunnya walaupun dia memiliki hidung, mata, telinga, kulit dan lidah seperti seseorang yang ahli dalam geologi.

Demikia pula ketika seseorang yang tidak terlatih daya logikanya, akan kesulitan menerangkan relasi –relasi antara berbagai kejadian dan fakta yang dia alami. Dalam kata lain, sebuah penemuan sering didahului oleh asumsi –asumsi yang disusun secara filosofis. Namun sebuah penemuan tidak akan bisa dikomunikasikan secara objektif jika tidak melalui pemeriksaan dan pengujian empiris.

Religiositas Sains dan Sekulerisitas Sains 2


Edward Alfin

 

Ilmu sekuler mengaku diri sebagai objektif, value free; bebas dari kepentingan lainnya. Tetapi, ternyata bahwa ilmu telah melampaui dirinya sendiri. Ilmu yang semula adalah ciptaan manusia telah menjadi penguasa atas manusia. Ilmu menggantikan kedudukan wahyu Tuhan sebagai petunjuk kehidupan. Sekulerisme muncul karena klaim yang berlebih-lebihan dari ilmu. Juga muncul karena antroposentrisme dan diferensiasi filsafat. Dunia yang sekuler diramalkan oleh ilmu sebagai masa depan manusia. Kalau dahulu antroposentrisme dan diferensiasi terbatas dalam ilmu dan perilaku, sekarang ini sekulerisme telah menjadi aliran pemikiran menggantikan keyakinan agama. Seluruh kehidupan diyakini akan menjadi sekuler bahkan agama akan lenyap atau hanya menjadi spiritualitas dan menjadi kesadaran kosmis. Sekularisme adalah eskatologis manusia modern.

Huston Smith mengakui bahwa sains secular yang sering diklaim sebagai sains Barat modern, cenderung mengakhiri dan menyingkirkan dimensi-dimeni transendental dalam proses pemusan teori-teori ilmiah. Manusia sebagai penemu sains telah dengan congkak mengakhiri dan menafikan peran Tuhan yang dominan sebagai pencipta dan pengatur semesta. Dalam pandangan dunia yang religious, menurut Smith, manusia merupakan pihak yang kekurangan, yang memperoleh dari yang lebih (Tuhan). Manusia merupakan hasil ciptaan Tuhan. Sains sekuler telah menjungkirbalikan pandangan ini, dengan menempatkan manusia sebagai pihak yang lebih, yang memperoleh sesuatu dari yang kurang (Tuhan). Dalam kamus keilmuan sekuler, lanjut Smith, tidak ada yang lebih cerdas kecuali manusia. Manusia mampu mencipta, mengkreasi, menetapkan aturan, dan menetapkan tujuan hidupnya, dan tidak mengkaitkan diri pada Tuhan.

Sebuah proses ilmiah adalah proses dimana sebuah preposisi sudah melewati uji objektifitas walaupun inspirasi, atau bahkan hipotesis yang mendasari awalnya berasal dari kepercayaan mistik, keyakinan agama atau hal-hal yang bersifat subjektif lainnya.

Mengenai kekuasaan Tuhan dan kebijaksanaanNya apabila direnungkan, kita dipenuhi rasa kagum karena begitu rasional dan harmonis penataan alam semesta.  Banyaknya makhluk-makhluk yang demikian besar dan luar biasa dalam dunia ini, yang masing masing mengandung rasa heran.  Bahkan, pada adanya ketinggian martabat “entitas-entitas yang lebih tinggi”, dan Tuhan telah menjadikan manusia sebagai miniatur bagi seluruh ciptaan.  Inilah sebabnya mengapa para filsuf kuno melukiskan menusia sebagai mikrokosmos, yang dibedakan dengan dunia yang lebih luas atau makrokosmos.

Ilmuan sah-sah saja mendapat inspirasi yang kemudian menjadi hipotesis atau dasar asumsi penelitian dari berbagai aktifitas empiris. Sama sahnya bila seorang ilmuan mendapat inspirasi dari keyakinan agamanya, kepercayaan mistisnya maupun kemampuan intuitifnya. Biasanya teknologi akan lahir ketika seseorang berfikir dengan bersandarkan dari bukti-bukti empiris yang sudah ada sebelumnya. Sebagai contoh ketika seseorang menemukan alat baru, biasanya hal ini merupakan implementasi dari teori-teori yang sudah ada atau bahkan pengembangan alat yang sudah ada. Namun dalam teori-teori fisika fundamental, sering seorang ilmuan terpengaruh oleh berbagai kepercayaan mistis atau keyakinan agama yang dia anut.

Religiositas Sains dan Sekulerisitas Sains 1


Edward Alfin

 

Istilah sekuler di dunia Islam pertama kali dipopulerkan oleh Zia Gokalp (1875-1924), Sosiolog Turki. Istilah ini sering dipahami sebagai sesuatu yang irreligious bahkan anti religius.  Dalam bahasa Indonesia kata ini mempunyai konotasi negatif. Sekular diartikan dengan bersifat duniawi atau kebendaan, bukan bersifat keagamaan atau kerohanian sehingga sekularisasi berarti membawa ke arah kecintaan kehidupan dunia, dan karena itu norma-norma tidak perlu didasarkan pada agama.

Pada masa modern dikenal dengan istilah ilmani yang dipahami dalam arti ilmiah dari ilm (pengetahuan atau sains) yang dilawankan dengan religius yang oleh sarjana muslim dianggap sebagai penafsiran yang keliru sebab dalam Islam dua kata tersebut tidak pernah dipertentangkan.Tegasnya, dalam sejarah Islam tidak terdapat kontradiksi antara agama di satu pihak dengan ilmu pengetahuan atau sains di pihak lain.

Yusuf Qaradhawi menyebutkan, sekularisme merupakan gerakan kemasyarakatan yang bertujuan untuk memalingkan manusia dari kehidupan akhirat dengan semata-mata berorientasi pada kehidupan dunia. Gerakan sekularisme muncul pada abad kebangkitan yang merupakan bagian dari upaya untuk mendorong manusia untuk meraih kemajuan serta mewujudkan ambisi manusia pada kehidupan dunia. Agama yang bersifat dogmatik dan cenderung bertentangan dengan berbagai penemuan sains dianggap sebagai penghambat bagi kemajuan. Karena itu, sekularisme merupakan gerakan perlawanan terhadap ajaran dan keyakinan terhadap agama, demi untuk meraih kebangkitan yang terus berlanjut dalam perkembangan sejarah modern.

Sekularisme menganggap bahwa agama tidak layak menjadi pondasi moralitas dan pendidikan. Karena itu, sekularisme memandang bahwa agama atau hal-hal yang bernuansa agama tidak boleh masuk ke dalam pemerintahan, atau pertimbangan-pertimbangan keagamaan harus dijauhkan dari pemerintahan. Sejalan dengan ini, sekularisme merupakan peraturan atau ketentuan moralitas yang berlandaskan pemikiran yang mewajibkan ditegakkannya nilai-nilai perilaku dan moral menurut kehidupan modern dan solidaritas sosial tanpa memandang pada landasan agama.

Sekularisme yang merupakan pemisahan agama dari berbagai aspek kehidupan,  menurut An-Nabhani, seakan-akan menjadi aqidah yang melahirkan serangkaian hasil pemikiran duniawi, yang sering disebut ilmu. Ideologi kapitalime merupakan produk sekularisme yang melahirkan paham demokrasi, di mana semua peraturan dan perundang-undangan diserahkan kepada manusia, bukan menggunakan aturan Allah. Bahkan An-Nabhani menegaskan bahwa sekularime bagi masyarakat Barat menjadi sebuah keyakinan atau akidah, dimana kapitalisme atau paham serba kebebasan berdiri tegak di atas azas sekularisme tersebut.

Kuntowijoyo menambahkan bahwa ilmu-ilmu sekular yang merupakan lawan dari ilmu-ilmu keagamaan merupakan produk manusia, yang melahirkan diferensiasi dan pemisahan yang jelas antara ilmu umum dan agama serta klaim objektivitas masing-masing. Maka, lahirlah apa yang disebut sebagai dikotomi dan dualisme keilmuan.

Sejarah Munculnya Sekularisme


Edward Alfin

 

Sekularisme muncul disebabkan kungkungan agamawan dan tindakannya menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains. Terlihat dari dihukumnya para ahli seperti Copernicus, Gradano, Galileo dll yang pemikirannya berbeda arus dengan ajaran agamawan. Selain hal tersebut, yaitu adanya tindakan pihak agamawan yang mengadakan upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral.

Kemudian muncul revolusi rakyat Eropa yang menentang pihak agamawan yang bermula dengan pimpinan Martin Luther, Roussieu dan Spinoza. Akhirnya tahun 1789M, Perancis menjadi negara pertama yang bangun dengan sistem politik tanpa intervensi agama. Revolusi ini terus berkembang sehingga di negara-negara Eropa, muncul ribuan pemikir dan saintis yang berani mengutarakan teori yang menentang agama dan berunsurkan rasional.  Era ini dinamakan era renaissance setelah sebelumnya mengalami era kegelapan (the dark middle age). Setelah itu diikuti dengan munculnya paham Darwinisme, Freudisme, Eksistensialisme dan Atheisme yang menganggap Tuhan telah mati dan manusia bebas dalam mengeksploitasi.

Dalam perjalanannya, paham ini terus menular dan mulai memasuki dunia Islam pada awal kurun ke 20. Turki merupakan negara pertama yang mengamalkan paham ini di bawah pimpinan Kamal Artartuk. Seterusnya paham ini menelusuri negara Islam yang lain seperti di Mesir melalui Napoleon, Algeria, Tunisia dan lain-lain yang terikat dengan pemerintahan Perancis. Indonesia tidak luput dengan paham ini karena dibawa oleh pihak penjajah sampai sekarang warisan tersebut masih ada yaitu adanya dualisme, sisi agama dan sisi dunia.

Blog di WordPress.com.

Atas ↑